**Barito Timur
‘Berguru’ Perda SBW, Salatiga Penataan PKL
SAMARINDA–Pemkot
Samarinda kembali menjadi rujukan bagi DPRD kota lain. Awal Ramadan ini
menerima kunjungan studi banding DPRD Barito Timur terkait Sarang Burung Walet,
dan DPRD Salatiga soal penataan PKL,
pengelolaan UMKM dan Rencana Tata Ruang Wilayah.
DPRD Salatiga berkunjung ke Balaikota Rabu (10/7) lalu dengan personil sebanyak
27 orang anggota DPRD ditambah 13 orang pejabat eksekutif Kota Salatiga
”Karena walau bagaimanapun keberadaan PKL ini memiliki keterkaitan erat
dengan pertumbuhan ekonomi daerah, namun disisi lain keberadaan mereka juga
tidak serta merta dapat dibiarkan muncul dimana saja,” ungkap Dedy Sulitio
selaku pimpinan rombongan.
Ditambah lagi semakin mengguritanya kehadiran pusat perbelanjaan modern di
daerah mereka yang dikhawatir dapat mematikan usaha kecil, sementara untuk
mengakomodir kehadiran PKL pemerintah Salatiga saat ini ucap Dedy juga belum
mempunyai solusi.
”Karena yang ada sekarang kami belum memiliki kantong-kantong PKL,”
tegasnya.
Menanggapi pernyataan ini, Asisten II Suko Sunawar ketika menerima
rombongan menyebut penataan PKL di kota Tepian bukannya tanpa masalah.
”Persoalan PKL merupakan satu hal
yang banyak dikeluhkan saat ini, karena bersinggungan dengan fasilitas umum
khususnya kemacetan transpotasi,” imbuhnya.
Dalam penataan PKL Kepala Satpol PP Kompol Ruskan menambahkan diterapkan
dua mekanisme, yang pertama sosialisasi tentang aturan baru kemudian tindakan.
”Sosialisasi penting agar mereka bisa memahami tentang pelanggaran yang mereka
lakukan, sehingga bila harus dilakukan teguran atau bahkan tindakan
hukum/tipiring para PKL ini dapat menerima dan memahami,”jelasnya.
Sementara di
hari berbeda, Jumat (12/7) rombongan DPRD Barito Timur yang terkait rencana
penyusunan perda tentang pengelolaan dan penguasaan sarang burung walet di daerah
mereka diterima oleh Asisten III Ridwan Tassa bersama jajaran di ruang rapat
kerja Wakil Walikota. Sesuai pernyataan Ketua DPRD setempat Frastio selaku
pimpinan rombongan salah satu yang menjadi alasan mereka memilih Samarinda sebagai
lokasi study banding karena sejauh ini Samarinda telah memiliki perda tentang SBW
ini.
“Sementara
didaerah kami yang sudah ada baru perda
tentang pajaknya, sedangkan perda tentang pengelolaannya masih dalam tahap
perencanaan perda,”jelasnya.
Ia menyebut
pertumbuhan penangkaran SBW di Barito Timur sudah semakin menjamur, dan itu
terjadi di tengah pemukiman penduduk.
Untuk itu
sebagai daerah yang terlebih dahulu memiliki payung hukum terhadap masalah ini,
Frastio menyebut pihaknya ingin menggali berbagai informasi baik dari segi
perijinan maupun ketentuan hukum lainnya.
Menanggapi hal
tersebut Ridwan Tassa mengakui persoalan SBW ini di Samarinda pun masih
menghadapi banyak kendala.
“Bahkan untuk
mencari refrensi kami pun sudah menjelajah ke banyak daerah,” sebutnya.
Belum lagi
persoalan sosial, karena pada beberapa waktu sebelumnya di Samarinda sebut
Ridwan sempat beredar isu keberadaan SBW tersebut mendatangkan bibit penyakit
tertentu bagi warga.
“Sehingga
gejolak penolakan warga yang bermukim disekitar penangkaranpun sempat terjadi
disini, untuk itu guna mencari solusi terbaik pemerintah juga terus berupaya
mengkaji,”ujarnya. (Hms3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar