Jamkesda Samarinda dihadirkan untuk memberi fasilitas jaminan kesehatan
bagi warga Samarinda, dengan ketentuan yang diberlakukan yang harus
dipatuhi setiap warga. Khususnya untuk jaminan rawat inap. Artinya ada
prosedur yang harus dikuti.
Dalam ketentuannya, telah ditegaskan rujukan rawat inap kelas III untuk RSUD AW Sjahranie, RS IA
Moeis dan RJD Atma Husada akan dilayani dengan kasus-kasus yang memang memerlukan rawat inap atau darurat. Tentu saja sesuai dengan indikasi medis, bukan atas permintaan pasien atau kehendak sendiri.
Kalaupun ada pasien yang menghendaki kelas diatasnya, maka Jamkesda tidak akan menanggungnya. Begitu pula terhadap obat-obatan yang digunakan dalam seluruh perawatan (rawat jalan atau rawat inap), harus sesuai obat-obatan yang sudah ditetapkan dalam obat generik atau obat sesuai formularium.
Plt Kepala UPTD Jamkesda Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda dr Ismet Kusasih mengatakan, salah satu yang harus dipatuhi peserta Jamkesda adalah mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. Contohnya, untuk rawat jalan di rumah sakit manapun yang telah ditunjuk, harus ada rujukan dari puskesmas.
Sedangkan untuk pelayanan UGD di rumah sakit, bisa tanpa rujukan tapi kasusnya harus termasuk dalam kedaruratan medis, misalnya, serangan jantung, status asmatikus, kejang demam atau kasus-kasus trauma medik (yang bukan kedaruratan medik seperti batuk pilek biasa, diare ringan, demam biasa, pegal linu).
Selain itu, Jamkesda juga tidak memperkenankan pelayanan atas permintaan sendiri, bukan atas indikasi medis (tidak mengikuti prosedur). "Hal yang tidak diperkenankan dalam Jamkesda, misalnya meminta obat paten atau meminta rujukan ke rumah sakit, padahal masih bisa ditangani di puskesmas. Karena di rumah sakit kita ada tim verifikator yang akan menentukan apakah pasien itu harus dilayani di rumah sakit atau cukup di puskesmas saja," jelas Ismet.
Ia juga menegaskan, hal lain yang tidak mengikuti prosedur adalah rujukan dari dokter praktik swasta, kecuali kasus-kasus UGD. Ismed mengatakan perlu kembali menegaskan hal ini, karena masih ada beberapa warga yang belum paham benar mengenai sistem yang ada pada pelayanan Jamkesda, walaupun sebagian besar sudah memahaminya.
"Tapi tak ada salahnya jika hal ini berulang kami sosialisasikan, agar semua warga Samarinda paham dan tidak jadi kesalahpahaman pengertian dalam pelayanan yang diberikan Jamkesda," tuturnya. (Sapos, 19 Juni 2012)
Dalam ketentuannya, telah ditegaskan rujukan rawat inap kelas III untuk RSUD AW Sjahranie, RS IA
Moeis dan RJD Atma Husada akan dilayani dengan kasus-kasus yang memang memerlukan rawat inap atau darurat. Tentu saja sesuai dengan indikasi medis, bukan atas permintaan pasien atau kehendak sendiri.
Kalaupun ada pasien yang menghendaki kelas diatasnya, maka Jamkesda tidak akan menanggungnya. Begitu pula terhadap obat-obatan yang digunakan dalam seluruh perawatan (rawat jalan atau rawat inap), harus sesuai obat-obatan yang sudah ditetapkan dalam obat generik atau obat sesuai formularium.
Plt Kepala UPTD Jamkesda Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda dr Ismet Kusasih mengatakan, salah satu yang harus dipatuhi peserta Jamkesda adalah mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. Contohnya, untuk rawat jalan di rumah sakit manapun yang telah ditunjuk, harus ada rujukan dari puskesmas.
Sedangkan untuk pelayanan UGD di rumah sakit, bisa tanpa rujukan tapi kasusnya harus termasuk dalam kedaruratan medis, misalnya, serangan jantung, status asmatikus, kejang demam atau kasus-kasus trauma medik (yang bukan kedaruratan medik seperti batuk pilek biasa, diare ringan, demam biasa, pegal linu).
Selain itu, Jamkesda juga tidak memperkenankan pelayanan atas permintaan sendiri, bukan atas indikasi medis (tidak mengikuti prosedur). "Hal yang tidak diperkenankan dalam Jamkesda, misalnya meminta obat paten atau meminta rujukan ke rumah sakit, padahal masih bisa ditangani di puskesmas. Karena di rumah sakit kita ada tim verifikator yang akan menentukan apakah pasien itu harus dilayani di rumah sakit atau cukup di puskesmas saja," jelas Ismet.
Ia juga menegaskan, hal lain yang tidak mengikuti prosedur adalah rujukan dari dokter praktik swasta, kecuali kasus-kasus UGD. Ismed mengatakan perlu kembali menegaskan hal ini, karena masih ada beberapa warga yang belum paham benar mengenai sistem yang ada pada pelayanan Jamkesda, walaupun sebagian besar sudah memahaminya.
"Tapi tak ada salahnya jika hal ini berulang kami sosialisasikan, agar semua warga Samarinda paham dan tidak jadi kesalahpahaman pengertian dalam pelayanan yang diberikan Jamkesda," tuturnya. (Sapos, 19 Juni 2012)